NLP dikenal sebagai suatu ilmu pengembangan diri yang mampu membantu seseorang untuk mempercepat atau merealisasi tujuan yang ingin dicapai .
Salah satu pillar NLP adalah Outcome (hasil), banyak sekali orang-orang beranggapan bahwa outcome itu sama seperti “goal / target”. Ada alasan khusus kenapa NLP menggunakan istilah outcome bukan target/goal.
Jika diperhatikan dari terminologinya, outcome memiliki makna hasil dari suatu proses, sedangkan target/ goal berarti tujuan yang hendak dicapai. Dalam NLP melihat dua hal ini adalah hal yang berbeda sama sekali. Target / Goal dianggap sebagai tujuan akhir, umumnya masih mengawang-awang atau abstrak, sedangkan Outcome itu lebih spesifik, dan meperhatikan suatu proses yang sedang / akan berlansung untuk mencapai hasil yang harapkan.
NLP memiliki suatu teknik yang mampu membantu seseorang untuk menyusun dengan baik outcome yang ingin dicapai, yang disebut WFO (Well Formed Outcome).
Prinsip dari WFO sungguh mudah, tetapi hasilnya akan sungguh membedakan, karena target dari WFO adalah membuat Outcome lebih spesifik, realistik dan mampu untuk dicapai.
Langkah-langkah menyusun WFO:
1.Outcome harus menggunakan kalimat positif .
Kalimat negatif tidak memberikan tujuan yang jelas bagi otak, karena kalimat negative cenderung memberikan arti yang bias. Sebagai contoh :”Saya tidak ingin takut berbicara di depan umum”, apakah ini berarti kita membayangkan sehat? Jawabanya : “belum tentu”, ketika diberikan kalimat seperti ini, otak tidak akan mampu memberikan solusi kreatif bagi kita untuk mencapai tujuan tersebut.
Tetapi akan sangat berbeda jika menggunakan kalimat positif, “Saya menjadi pribadi yang percaya diri”, dengan menggunakan kalimat ini, otak kita mampu menciptakan gambaran atau perasaan percaya diri, dan selanjutnya memberikan kita solusi yang harus dikerjakan untuk mencapai hal tersebut.
2.Outcome harus dalam kontrol diri kita.
Outcome yang berada pada kontrol orang lain akan sangat sulit untuk dicapai, oleh karena itu kita perlu menyusun outcome yang berada dalam control kita, sebagai contoh : “Saya ingin boss saya baik dengan saya” hal ini bukan berada pada control diri kita, jika dirubah akan menjadi seperti ini “Saya ingin tetap tenang walaupun bos saya galak”.
3.Buatlah outcome sespesifik mungkin.
4.Susunlah outcome berbasis indrawi.
Susunlah outcome yang bisa kita lihat/bayangkan, dengarkan, dan rasakan, dengan memberikan informasi yang detail (V.A.K.O.G) sebenarnya kita memberikan informasi yang konkrit pada otak.
5.Tentukan Konteks.
Berikan batasan konteks ( kapan / dimana ) yang tepat untuk outcome yang ingin dicapai, agar lebih fokus dan tidak generalisasi
6.Pastikan memiliki sumber daya
Proses ini yang akan membuat outcome menjadi realistic, dengan menilai sumberdaya yang kita miliki dan yang harus dimiliki. Karena jika kita tidak memiliki sumberdaya yang pantas, maka outcome tersebut hanya seperti “impian”.
7.Ekologis
Pastikan outcome yang dirancang sudah ekologis , tidak bertentangan dengan aspek lain dalam kehidupan kita baik itu dari diri sendiri maupun dari luar (keluarga, lingkungan, dsb)
8.Tentukan Langkah Pertama.
Ketika selesai menyusun outcome tersebut, kita harus menenttukan langkah pertama yang harus dilaksanakan, tujuannya agar diri kita langsung associate (menyelami) dalam outcome tersebut, sehingga dapat mengerakan motivasi yang lebih besar lagi.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.